Berita SYARIA

  • Redaksi SYARIA
  • Artikel
  • Sabtu, 02 April 2022

Cara Penetapan Awal Ramadhan Muhammadiyah dan NU Dan Rujukannya


Setiap menjelang bulan Ramadhan selalu diwarnai dengan perbincangan yang cukup ramai terutama penetapan awal Ramadhan. Umat islam di Indonesia sendiri tidak hanya sekali dua kali terjadi perbedaan dalam hal penetapan awal Ramadhan. Sebagain memulai lebih awal dan sebagian lagi memulai satu atau bahwak dua hari setelahnya. Pada penetapan hari Raya Lebaran juga terkadang terjadi perbedaan. Namun demikian yang patut disyukuri adalah meski tidak jarang terjadi penetapan awal Ramadhan, setiap golongan tersebut saling menghormati dan menjalankan masing-masing keyakinan awal Ramadhan itu dengan suasana aman dan damai.

Cara Penetapan Awal dan Akhir Ramadhan

Dalam khasanah islam terdapat beberapa carauntuk menetapkan awal dan akhir Ramadhan. Setidaknya ada tiga jenis cara alternatif untuk menetapkan awal bulan Qamariyah antara lain cara atau metode hisab, ru’yah (rukyah) dan istikmal. Ketiganya memiliki cara penetuannya sendiri-sendiri dan memiliki rujukan masing-masing pada Al Quran dan Hadits. Sehingga ketiga cara atau metode tersebut adalah metode yang benar.

Metode hisab adalah cara penentuan awal bulan qomariyah dengan cara menghitung berdasarkan teori dan rumus-rumus tertentu yang sudah ditetapkan dan dibakukan. Dengan teori dan perhitungan rumus-rumus ini bagi umat islam yang menganut metode hisab meyakini bahwa perhitungan awal bulan qomariyah ini sudah sama dengan kenyataan alam

Metode kedua adalah metode ru’yah (rukyah) yaitu penetapan awal bulan Qomariyah atau biasanya untuk menetapkan awal Ramadhan dengan cara melihat secara langsung hilal (bulan tanggal pertama).  Metode ini menetapkan awal bulan didasarkan pada ada atau tidaknya hilal tersebut yang dapat diliat langsung dengan mata atau alat bantu.

Sedang metode penetapan awal Ramadhan berikutnya adalah metode istikmal. Metode ini caranya yaitu dengan menggenapkan jumlah hari suatu bulan sampai tiga puluh hari sebelum memulai bulan baru berikutnya

Rujukan Cara Penetapan Awal Ramadhan

Di Indonesia, ormas islam terbesar seperti NU dan Muhamadiyah sering kali terjadi perbedaan dalam penetapan awal dan akhir Ramadhan. Hal ini memungkinkan karena kedua ormas tersebut menggunakan cara yang berbeda dalam menentukan awal Ramadhan. Muhamadiyah menggunakan metode hisab sedangkan NU menggunakan metode ru’yah (rukyat). Mereka menggunakan metode masing-masing berdasarkan rujukan-rujukan yang sahih baik dari Al Quran maupun hadits

Lalu apa yang jadi rujukan masing-masing ormas NU dan Muhamaddiyah?

Rujukan metode ru’yah NU

Sejak dulu ormas NU menggunakan metode ru’yah dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan, awal bulan Syawal dan awal bulan-bulan lainnya dalam kalendar Qomariyah. Cara penentuan awal Ramadhan ini merujuk pada beberapa ketentuan yang ada di Al Quran dan Hadits

1 . Hadist muttafaq alaihi (diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim) yang berbunyi:

"Berpuasalah kalian pada saat kalian telah melihatnya (bulan), dan berbukalah kalian juga di saat telah melihatnya (hilal bulan Syawal) Dan apabila tertutup mendung bagi kalian maka genapkanlah bulan Sya'ban menjadi 30 hari." (HR. Bukhari: 1776 dan Imam Muslim 5/354)

Dari keterangan hadits tersebut diatas dijelaskan bawah Rasulullah SAW menetapkan awal Ramadhan dan awal Idul Fitri dengan cara “melihat bulan” (rukyatul hilal) bukan dengan rumus-rumus perhitungan

2. Hadits Abu Daud:

"Datang seorang Badui ke Rasulullah SAW seraya berkata: Sesungguhnya aku telah melihat hilal. (Hasan, perawi hadits menjelaskan bahwa hilal yang dimaksud sang badui yaitu hilal Ramadhan). Rasulullah SAW bersabda: Apakah kamu bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah? Dia berkata: Benar. Beliau meneruskan pertanyaannya seraya berkata: Apakah kau bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah? Dia berkata: Ya benar. Kemudian Rasulullah memerintahkan orang-orang untuk berpuasa besok." (HR Abu Daud 283/6)

3.  Dalam kitab Fathul Qodir fiqh madzhab Hanafi pada jilid ke 4 hal 291 dijelaskan:

 "Apabila telah ditetapkan bahwa hilal telah terlihat di sebuah kota, maka wajib hukumnya penduduk yang tinggal di belahan bumi Timur untuk mengikuti ketetapan ru'yah yang telah diambil kaum muslimin yang berada di belahan bumi Barat".

4. Dalam kita Mawahib Jalil fi Syarh Mukhtashor Syaikh Kholil juz 6 hal 396 dijelaskan:

"Adapun sebab diwajibkannya puasa ada dua, yang pertama: terlihatnya bulan, dengan syarat ru'yahnya melalui kabar yang sudah tersebar luas."

Rujukan Metode Hisab Muhamnadiyah

Ormas islam Muhammadiyah menggunakan metode hisab dalam penentuan awal Ramadhan. Metode hisab yang digunakan oleh Muhammadiyah adalah metode hisab wujud al hilal dimana dalam menetapkan awal Ramadhan ini atau awal bulan Qomariyah ini apabila telah terpenuhi 3 parameter yaitu

1.    Telah terjadi ijtima’ (konjungsi)

2.    Ijtima’ terjadi sebelum matahari tenggelam

3.    Saat matahari terbenan, bulan berada di atas ufuk

Sementara itu, rujukan-rujukan yang dipakai Muhammadiyah dalam menetapkan awal Ramadhan berdasarkan metode hisab antara lain:

1.       Al quran surat Ar Rohmaan ayat 5 yang berbunyi

 “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan.”

 Ayat diatas menjelaskan bahwa matahari dan bulan beredar dengan hukum yang pasti sehingga dapat dihitung atau diprediks. Selain itu juga memberi dorongan kepada manusia untuk menghitungnya karena terdapat banyak manfaatnya

 2.       Hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim:

 "Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi. Kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Yakni kadang-kadang dua puluh sembilan hari, dan kadang-kadang tiga puluh hari.”

 Dari hadits di atas dapat dan berdasarkan kaidah Fiqhiyyaah bahwa hukum berlaku menurut ada atau tidak adanya ilat.  Jika ada ilat, yaitu kondisi ummi sehingga tidak ada yang dapat melakukan hisab, maka berlaku perintah rukyat. Sedangkan jika ilat tidak ada (sudah ada ahli Hisab), maka perintah Rukyat tidak berlaku lagi.

 Selain rujukan teks Quran dan Hadits di atas, Muhammadiyah juga punya beberapa argumentasi untuk menguatkan pendapatnya menggunakan metode hisab ini antara lain:

 1.       Jika menggunakan metode rukyat maka  umat islam tidak dapat membuat kalendar karena dengan metode ini, tanggal hanya bisa diketahui H-1

2.       Dengan metode rukyat, maka awal bulan tidak dapat ditetapkan secara global karena visibiliasnya tidak dapat menjangkau seluruh muka bumi

3.       Jangkauan metode Rukyat sangat terbatas, di mana hanya bisa diberlakukan ke arah timur sejauh 10 jam.

4.       Metode Rukyat dapat menimbulkan masalah pelaksanaan puasa Arafah. Hal ini bisa terjadi di Makkah belum terjadi Rukyat sementara di kawasan sebelah barat sudah

Nu dan Muhammadiyah memiliki rujukan-rujukan yang dapat dipertanggungjawabkan dalam menentukan  metode penetapan awal Ramadhan. Kedua ormas tersebut mendasarkan pada Al Quran dan Hadits serta pendapat-pendapat ulama yang mumpuni dalam bidangnya. Sehingga kedua metode tersebut dapat dipakai oleh umat islam di Indonesia karena keduanya benar adanya. Kita harus saling menghormati dan menghargai perbedaan tersebut dan tidak perlu mengklaim paling benar

Jalan Tengah

Namun demikian akan semakin indah jika kedua perbedaan tersebut dapat disatukan. Perlu ada jalan tengah di antara kedua metode tersebut agar umat islam dapat menjalankan ibadah puasa Ramadhan dengan penuh kebersamaan dan kebersatuan. Selain itu juga agar umat islam di seluruh dunia memiliki kalendar global yang sama yang dapat dijadikan rujukan oleh seluruh umat islam. Jalan ini jadi tugas kita bersama umat islam untuk mewujudkan islam yang rahmatan lil’alamin. Wallahu’alam

Bagikan artikel ini

Berita terkait